Makalah Cyber Crime
BAB I
PENDAHULUAN
Pada saat ini teknologi informasi dan komunikasi atau disebut TIK dalam hal
ini khususnya internet berkembang begitu pesatnya.Hampir semua bidang kehidupan
memanfaatkan penggunaan TIK dalam menjalankan aktifitasnya.Mulai dari bidang
ekonomi,pendidikan,kesehatan,pemerintahan,perbankan,agama dan juga sistem
pertahanan dan keamanan suatu Negara.
Berbagai manfaat dapat kita ambil dari penggunaan TIK ini sebagai contoh
misalnya dalam bidang
perbankan,saat ini kita tidak harus pergi ke Bank untuk melakukan berbagai
transaksi keuangan seperti transfer uang dan cek saldo karena semua ini dapat
kita lakukan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam hal
ini menggunakan sms banking dan internet banking.Tentunya Bank yang telah menggunakan
layanan-layanan ini.
Dalam bidang pendidikan misalnya dengan system pembelajaran e-learning atau
elektronik learning dimana seorang mahasiswa tidak perlu mencatat semua materi
yang diberikan dosen melainkan tinggal mendownload materi didalam web yang
telah disediakan pihak kampusnya.Dengan hal ini tentunya akan menghemat waktu
pembelajaran.
Akan tetapi di balik manfaat-manfaat itu semua,terkadang ada beberapa pihak
tertentu yang menyalahgunakan penggunaan TIK khususnya internet ini.Mereka
sengaja masuk kedalam web suatu instansi/lembaga tertentu kemudian melakukan
kejahatan didalamnya.baik itu mencuri data ataupun mengacaukan data,bahkan
tidak sedikit mencuri uang melalui internet seperti pembobolan nomor pin ATM.
Kejahatan-kejahatan seperti inilah yang disebut sebagai Cybercrime Banyak
jenis dan ragam cybercrime namun semuanya pada dasarnya sama yakni melakukan
tindakan kejahatan di dunia maya atau internet.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Cybercrime
Cybercrime
berasal dari kata cyber yang berarti dunia maya atau internet dan crime yang
berarti kejahatan.Jadi secara asal kata cybercrime mempunyai pengertian segala
bentuk kejahatan yang terjadi di dunia maya atau internet.
Menurut
The U.S. Department of Justice memberikan pengertian Computer Crime sebagai “…
any illegal act requiring knowledge of Computer technology for its
perpetration, investigation, or prosecution”.
Menurut Organization
of European Community Development, yaitu: “any illegal, unethical or
unauthorized behavior relating to the automatic processing and/or the
transmission of data”.
Menurut
Andi Hamzah dalam bukunya “Aspek-aspek Pidana di Bidang Komputer” (1989)
mengartikan cybercrime sebagai kejahatan
di bidang komputer yang secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan komputer
secara illegal.
Cybercrime
adalah tidak kriminal yang dilakukan dengan menggunakan teknologi komputer
sebagai alat kejahatan utama.Cybercrime merupakan kejahatan yang memanfaatkan
perkembangan teknologi komputer khususnya internet.Cybercrime didefinisikan sebagai
perbuatan melanggar hukum yang memanfaatkan teknologi komputer yang berbasis
pada kecanggihan perkembangan teknologi internet.
Dari
berbagai sumber pengertian diatas pada dasarnya memiliki satu kesamaan
bahwasanya Cybercrime merupakan salah satu tindak kriminal atau tindak
kejahatan karena aktifitas cybercrime merugikan pihak korban bahkan ada
beberapa kasus cybercrime yang mempunyai dampak lebih besar dari pada tindak
kriminal didunia nyata karena kerugian dari cybercrime berupa data-data yang tidak
ternilai harganya dapat dirusak bahkan dicuri.
Cybercrime memiliki karakteristik unik
yaitu :
1. Ruang lingkup kejahatan
2. Sifat kejahatan
3. Pelaku kejahatan
4. Modus kejahatan
5. Jenis kerugian yang ditimbulkan
Dari
beberapa karakteristik diatas, untuk mempermudah penanganannya maka cybercrime
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Cyberpiracy
Cyberpiracy adalah penggunaan
teknologi komputer untuk mencetak ulang software atau informasi, lalu
mendistribusikan informasi atau software tersebut lewat teknologi komputer.
2. Cybertrespass
Cybertrespass adalah penggunaan
teknologi komputer untuk meningkatkan akses pada system komputer suatu
organisasi atau individu.
3. Cybervandalism
Cybervandalism adalah penggunaan
teknologi komputer untuk membuat program yang menganggu proses transmisi
elektronik, dan menghancurkan data dikomputer
Dalam perkembangannya kejahatan
konvensional cybercrime dikenal dengan dua istilah yaitu:
v Kejahatan kerah biru
v Kejahatan kerah putih
B. Jenis-Jenis Cybercrime
Jenis-jenis cybercrime
berdasarkan jenis kejahatannya :
1.
Carding
Carding adalah berbelanja menggunakan
nomor dan identitas kartu kredit orang lain, yang diperoleh secara ilegal,
biasanya dengan mencuri data di internet. Sebutan pelakunya adalah “carder”.
Sebutan lain untuk kejahatan jenis ini adalah cyberfroud alias penipuan di
dunia maya. Menurut riset Clear Commerce Inc, perusahaan teknologi informasi
yang berbasis di Texas – AS , Indonesia memiliki “carder” terbanyak kedua di
dunia setelah Ukrania. Sebanyak 20 persen transaksi melalui internet dari
Indonesia adalah hasil carding. Akibatnya, banyak situs belanja online yang
memblokir IP atau internet protocol (alamat komputer internet) asal Indonesia.
Kalau kita belanja online, formulir pembelian online shop tidak mencantumkan
nama negara Indonesia. Artinya konsumen Indonesia tidak diperbolehkan
berbelanja di situs tersebut.Menurut pengamatan ICT Watch, lembaga yang
mengamati dunia internet di Indonesia, para carder kini beroperasi semakin
jauh, dengan melakukan penipuan melalui ruang-ruang chatting di mIRC. Caranya
para carder menawarkan barang-barang seolah-olah hasil carding-nya dengan harga
murah di channel. Misalnya, laptop dijual seharga Rp 1.000.000. Setelah ada
yang berminat, carder meminta pembeli mengirim uang ke rekeningnya. Uang
didapat, tapi barang tak pernah dikirimkan
2.
Hacking
Hacking adalah kegiatan menerobos
program komputer milik orang/pihak lain. Hacker adalah orang yang gemar ngoprek
komputer, memiliki keahlian membuat dan membaca program tertentu, dan terobsesi
mengamati keamanan (security)-nya. “Hacker” memiliki wajah ganda; ada yang
budiman ada yang pencoleng. “Hacker” budiman memberi tahu kepada programer yang
komputernya diterobos, akan adanya kelemahan-kelemahan pada program yang
dibuat, sehingga bisa “bocor”, agar segera diperbaiki. Sedangkan, hacker
pencoleng, menerobos program orang lain untuk merusak dan mencuri datanya
3.
Cracking
Cracking adalah hacking untuk tujuan
jahat. Sebutan untuk “cracker” adalah “hacker” bertopi hitam (black hat
hacker). Berbeda dengan “carder” yang hanya mengintip kartu kredit, “cracker”
mengintip simpanan para nasabah di berbagai bank atau pusat data sensitif
lainnya untuk keuntungan diri sendiri. Meski sama-sama menerobos keamanan
komputer orang lain, “hacker” lebih fokus pada prosesnya. Sedangkan “cracker”
lebih fokus untuk menikmati hasilnya. Contoh kasus ini misalnya FBI bekerja
sama dengan polisi Belanda dan polisi Australia menangkap seorang cracker
remaja yang telah menerobos 50 ribu komputer dan mengintip 1,3 juta rekening
berbagai bank di dunia. Dengan aksinya, “cracker” bernama Owen Thor Walker itu
telah meraup uang sebanyak Rp1,8 triliun. “Cracker” 18 tahun yang masih duduk
di bangku SMA itu tertangkap setelah aktivitas kriminalnya di dunia maya
diselidiki sejak 2006.
4.
Defacing
Defacing adalah kegiatan mengubah
halaman situs/website pihak lain, seperti yang terjadi pada situs Menkominfo
dan Partai Golkar, BI baru-baru ini dan situs KPU saat pemilu 2004 lalu.
Tindakan deface ada yang semata-mata iseng, unjuk kebolehan, pamer kemampuan
membuat program, tapi ada juga yang jahat, untuk mencuri data dan dijual kepada
pihak lain.
5.
Phising
Phising adalah kegiatan memancing
pemakai komputer di internet (user) agar mau memberikan informasi data diri
pemakai (username) dan kata sandinya (password) pada suatu website yang sudah
di-deface. Phising biasanya diarahkan kepada pengguna online banking. Isian
data pemakai dan password yang vital.
6.
Spamming
Spamming adalah pengiriman berita atau
iklan lewat surat elektronik (e-mail) yang tak dikehendaki. Spam sering disebut
juga sebagai bulk email atau junk e-mail alias “sampah”. Meski demikian, banyak
yang terkena dan menjadi korbannya. Yang paling banyak adalah pengiriman e-mail
dapat hadiah, lotere, atau orang yang mengaku punya rekening di bank di Afrika
atau Timur Tengah, minta bantuan “netters” untuk mencairkan, dengan janji bagi
hasil. Kemudian korban diminta nomor rekeningnya, dan mengirim uang/dana
sebagai pemancing, tentunya dalam mata uang dolar AS, dan belakangan tak ada
kabarnya lagi. Seorang rector universitas swasta di Indonesia pernah
diberitakan tertipu hingga Rp1 miliar dalam karena spaming seperti ini.
7.
Malware
Malware adalah program komputer yang
mencari kelemahan dari suatu software. Umumnya malware diciptakan untuk
membobol atau merusak suatu software atau operating system. Malware terdiri
dari berbagai macam, yaitu: virus, worm, trojan horse, adware, browser
hijacker, dll. Di pasaran alat-alat komputer dan toko perangkat lunak
(software) memang telah tersedia antispam dan anti virus, dan anti malware.
Meski demikian, bagi yang tak waspadai selalu ada yang kena. Karena pembuat
virus dan malware umumnya terus kreatif dan produktif dalam membuat program
untuk mengerjai korban-korbannya.
Jenis-jenis cybercrime
berdasarkan modus operandi :
1. Unauthorized Access to Computer System and
Service
Kejahatan yang dilakukan dengan
memasuki atau menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah
tanpa izin atau tanpa sepengetahuan dari pemilik sistem jaringan komputer yang
dimasukinya. Biasanya pelaku kejahatan melakukannya dengan maksud sabotase
ataupun pencurian informasi penting dan rahasia. Namun begitu, ada juga yang
melakukannya hanya karena merasa tertantang untuk mencoba keahliannya menembus
suatu sistem yang memiliki tingkat proteksi tinggi. Kejahatan ini semakin marak
dengan berkembangnya teknologi Internet.Kita tentu belum lupa ketika masalah
Timor Timur sedang hangat-hangatnya dibicarakan di tingkat internasional,
beberapa website milik pemerintah RI dirusak oleh hacker (Kompas, 11/08/1999).
Beberapa tahun lalu, hacker juga telah berhasil menembus masuk ke dalam data
base berisi data para pengguna jasa America Online (AOL), sebuah perusahaan
Amerika Serikat yang bergerak dibidang e-commerce yang memiliki tingkat
kerahasiaan tinggi (Indonesian Observer, 26/06/2000). Situs Federal Bureau of
Investigation (FBI) juga tidak luput dari serangan para hacker, yang
mengakibatkan tidak berfungsinya situs ini beberapa waktu lamanya
(http://www.fbi.org).
2. Illegal Contents
Merupakan kejahatan dengan memasukkan
data atau informasi ke Internet tentang sesuatu hal yang tidak benar, tidak
etis, dan dapat dianggap melanggar hukum atau mengganggu ketertiban umum.
Sebagai contohnya, pemuatan suatu berita bohong atau fitnah yang akan
menghancurkan martabat atau harga diri pihak lain, hal-hal yang berhubungan
dengan pornografi atau pemuatan suatu informasi yang merupakan rahasia negara,
agitasi dan propaganda untuk melawan pemerintahan yang sah dan sebagainya.
3. Data Forgery
Merupakan kejahatan dengan memalsukan
data pada dokumen-dokumen penting yang tersimpan sebagai scripless document
melalui Internet. Kejahatan ini biasanya ditujukan pada dokumen-dokumen
e-commerce dengan membuat seolah-olah terjadi “salah ketik” yang pada akhirnya
akan menguntungkan pelaku karena korban akan memasukkan data pribadi dan nomor
kartu kredit yang dapat saja disalah gunakan.
4. Cyber Espionage
Merupakan kejahatan yang memanfaatkan
jaringan Internet untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain,
dengan memasuki sistem jaringan komputer (computer network system) pihak
sasaran. Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap saingan bisnis yang dokumen
ataupun data pentingnya (data base) tersimpan dalam suatu sistem yang
computerized (tersambung dalam jaringan komputer)
5. Cyber Sabotage and Extortion
Kejahatan ini dilakukan dengan membuat
gangguan, perusakan atau penghancuran terhadap suatu data, program komputer
atau sistem jaringan komputer yang terhubung dengan Internet.
Biasanya kejahatan ini dilakukan
dengan menyusupkan suatu logic bomb, virus komputer ataupun suatu program
tertentu, sehingga data, program komputer atau sistem jaringan komputer tidak
dapat digunakan, tidak berjalan sebagaimana mestinya, atau berjalan sebagaimana
yang dikehendaki oleh pelaku.
6. Offense against Intellectual Property
Kejahatan ini ditujukan terhadap hak
atas kekayaan intelektual yang dimiliki pihak lain di Internet. Sebagai contoh,
peniruan tampilan pada web page suatu situs milik orang lain secara ilegal,
penyiaran suatu informasi di Internet yang ternyata merupakan rahasia dagang
orang lain, dan sebagainya.
7. Infringements of Privacy
Kejahatan ini biasanya ditujukan
terhadap keterangan pribadi seseorang yang tersimpan pada formulir data pribadi
yang tersimpan secara computerized yang apabila diketahui oleh orang lain maka
dapat merugikan korban secara materil maupun immateril, seperti nomor kartu
kredit, nomor PIN ATM, cacat atau penyakit tersembunyi dan sebagainya.
Jenis-jenis cybercrime
berdasarkan motifnya :
1. Cybercrime sebagai tindak kejahatan murni
Cybercrime jenis ini kejahatan yang
dilakukan secara di sengaja, dimana orang tersebut secara sengaja dan terencana
untuk melakukan pengrusakkan, pencurian, tindakan anarkis, terhadap suatu
sistem informasi atau sistem computer.
2. Cybercrime sebagai tindakan kejahatan abu-abu
dimana kejahatan ini tidak jelas
antara kejahatan criminal atau bukan karena dia melakukan pembobolan tetapi
tidak merusak, mencuri atau melakukan perbuatan anarkis terhadap system
informasi atau system computer tersebut.
Jenis-jenis cybercrime berdasarkan korbannya :
1. Cybercrime yang menyerang individu
Kejahatan
yang dilakukan terhadap orang lain dengan motif dendam atau iseng yang
bertujuan untuk merusak nama baik, mencoba ataupun mempermainkan seseorang
untuk mendapatkan kepuasan pribadi sebagai contoh misalnya menyebarkan
foto-foto yang berbau pornografi melalui internet,membuat facebook dengan nama
samaran yang digunakan untuk menteror ataupun kejahatan sejenisnya kepada
seseorang dan lain sebagainya.
2. Cybercrime yang menyerang hak cipta (Hak milik)
Kejahatan yang dilakukan terhadap
hasil karya seseorang dengan motif menggandakan, memasarkan, mengubah yang
bertujuan untuk kepentingan pribadi atau umum ataupun demi materi maupun
nonmateri.
3. Cybercrime yang menyerang pemerintah :
Kejahatan yang dilakukan dengan
pemerintah sebagai objek dengan motif melakukan terror, membajak ataupun
merusak keamanan suatu pemerintahan yang bertujuan untuk mengacaukan system
pemerintahan, atau menghancurkan suatu Negara.
C. Kerugian Cybercrime
Suatu
kejahatan dalam hal ini kejahatan di dunia maya sudah pasti memiliki
kerugian-kerugian yang di rasakan oleh pihak korbannya. Kerugian-kerugian yang
ditimbulkan cybercrime diantaranya sebagai berikut:
v Pencemaran nama baik seperti kasus
yang menimpa prita mulyasari yang menulis keluh kesahnya terhadap pelayanan
RS.Omni internasional sehingga menyeretnya ke pengadilan walaupun akhirnya
pihak penggugat membatalkan gugatannya sehingga prita terbebas dari jeratan
hukum dan denda.
v Kehilangan sejumlah data sehingga
menyebabkan kerugian yang tak ternilai harganya terutama data yang bersifat
sangat rahasia dan penting.
v Kerusakan data akibat ulah cracker
yang merusak suatu system komputer sehingga kinerja suatu lembaga yang
bersangkutan menjadi kacau.
v Kehilangan materi yang cukup besar
akibat ulah carder yang berbelanja dengan kartu kredit atas identitas milik
korban.
v Rusaknya software dan program komputer
akibat ulah seseorang dengan menggunakan virus komputer.
D. Penanggulangan Cybercrime
Cybercrime
merupakan sebuah fenomena kejahatan yang sangat merugikan sehingga pelaku
kejahatannyapun harus dihukum sesuai kadar kejahatannya. Negara Indonesia
adalah Negara hukum sehingga dalam menangani suatu tindak kejahatan tidak
terkecuali cybercrime itu sendiri maka pemerintah membuat sebuah undang-undang
yang mengatur hukuman apa yang pantas untuk para pelaku cybercrime ini.Sehingga
dengan adanya penanganan yang tepat terhadap setiap kasus cybercrime diharapkan
dapat menghilangkan atau paling tidak meminimalkan kasus-kasus cybercrime di
negeri Indonesia tercinta ini.
Undang-undang
yang diharapkan adalah perangkat hukum yang akomodatif terhadap perkembangan
serta antisipatif terhadap permasalahan, termasuk dampak negatif penyalahgunaan
Internet dengan berbagai motivasi yang dapat menimbulkan korban-korban seperti
kerugian materi dan non materi.Indonesia memiliki beberapa hukum positif
yang berlaku umum dan dapat dikenakan bagi para pelaku cybercrime
terutama untuk kasus kasus yang menggunakan komputer sebagai sarana.
Dengan
diterapkannya undang-undang ini secara maksimal tentunya pelaku-pelaku
cybercrime akan berfikir dua kali untuk melakukan kejahatannya mengingat sanksi
yang diberikan tidak bisa dianggap ringan. Sanksi yang diberikan memanglah
sepadan dengan apa yang dilakukan para pelaku cybercrime mengingat kerugian
yang ditimbulkanpun berdampak besar bagi sang korban.
Berikut
ini adalah beberapa undang-undang yang relevan dengan kasus-kasus berbagai
kejahatan di di dunia maya.
1.
Kitab Undang Undang Hukum Pidana
Dalam
upaya menangani kasus-kasus yang terjadi para penyidik melakukan analogi atau
perumpamaan dan persamaaan terhadap pasal-pasal yang ada dalam KUHP.
Pasal-pasal didalam KUHP biasanya digunakan lebih dari satu Pasal karena
melibatkan beberapa perbuatan sekaligus pasal – pasal yang dapat dikenakan
dalam KUHP pada cybercrime antara lain :
v
Pasal
362 KUHP yang dikenakan untuk kasus carding dimana pelaku mencuri nomor kartu
kredit milik orang lain walaupun tidak secara fisik karena hanya nomor kartunya
saja yang diambil dengan menggunakan software card generator di Internet untuk
melakukan transaksi di e-commerce. Setelah dilakukan transaksi dan barang
dikirimkan, kemudian penjual yang ingin mencairkan uangnya di bank ternyata
ditolak karena pemilik kartu bukanlah orang yang melakukan transaksi.
v
Pasal
378 KUHP dapat dikenakan untuk penipuan dengan seolah olah menawarkan dan
menjual suatu produk atau barang dengan memasang iklan di salah satu website
sehingga orang tertarik untuk membelinya lalu mengirimkan uang kepada pemasang
iklan. Tetapi, pada kenyataannya, barang tersebut tidak ada. Hal tersebut
diketahui setelah uang dikirimkan dan barang yang dipesankan tidak datang
sehingga pembeli tersebut menjadi tertipu.
v
Pasal
335 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pengancaman dan pemerasan yang dilakukan
melalui e-mail yang dikirimkan oleh pelaku untuk memaksa korban melakukan
sesuatu sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pelaku dan jika tidak
dilaksanakan akan membawa dampak yang membahayakan. Hal ini biasanya dilakukan
karena pelaku biasanya mengetahui rahasia korban.
v
Pasal
311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pencemaran nama baik dengan menggunakan
media Internet. Modusnya adalah pelaku menyebarkan email kepada teman-teman
korban tentang suatu cerita yang tidak benar atau mengirimkan email ke suatu
mailing list sehingga banyak orang mengetahui cerita tersebut.
v
Pasal
303 KUHP dapat dikenakan untuk menjerat permainan judi yang dilakukan secara
online di Internet dengan penyelenggara dari Indonesia.
v
Pasal
282 KUHP dapat dikenakan untuk penyebaran pornografi maupun website porno yang
banyak beredar dan mudah diakses di Internet. Walaupun berbahasa Indonesia,
sangat sulit sekali untuk menindak pelakunya karena mereka melakukan
pendaftaran domain tersebut diluar negri dimana pornografi yang menampilkan
orang dewasa bukan merupakan hal yang ilegal.
v
Pasal
282 dan 311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus penyebaran foto atau film pribadi
seseorang yang vulgar di Internet , misalnya kasus-kasus video porno para
mahasiswa.
v
Pasal
378 dan 262 KUHP dapat dikenakan pada kasus carding, karena pelaku melakukan
penipuan seolah-olah ingin membeli suatu barang dan membayar dengan kartu
kreditnya yang nomor kartu kreditnya merupakan curian
v
Pasal
406 KUHP dapat dikenakan pada kasus deface atau hacking yang membuat sistem
milik orang lain, seperti website atau program menjadi tidak berfungsi atau
dapat digunakan sebagaimana mestinya.
2.
Undang-Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak
Cipta.
Menurut
Pasal 1 angka (8) Undang – Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, program
komputer adalah sekumpulan intruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode,
skema ataupun bentuk lain yang apabila digabungkan dengan media yang dapat
dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan
fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan
dalam merancang intruksi-intruksi tersebut. Hak cipta untuk program komputer
berlaku selama 50 tahun (Pasal 30). Harga program komputer/ software yang
sangat mahal bagi warga negara Indonesia merupakan peluang yang cukup menjanjikan
bagi para pelaku bisnis guna menggandakan serta menjual software bajakan dengan
harga yang sangat murah.
Misalnya,
program anti virus seharga $ 50 dapat dibeli dengan harga Rp20.000,00.
Penjualan dengan harga sangat murah dibandingkan dengan software asli tersebut
menghasilkan keuntungan yang sangat besar bagi pelaku sebab modal yang
dikeluarkan tidak lebih dari Rp 5.000,00 perkeping. Maraknya pembajakan
software di Indonesia yang terkesan “dimaklumi” tentunya sangat merugikan
pemilik hak cipta. Tindakan pembajakan program komputer tersebut juga merupakan
tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 72 ayat (3) yaitu “Barang siapa
dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan
komersial suatu program komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) “.
3.
Undang-Undang No 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi
Menurut
Pasal 1 angka (1) Undang – Undang No 36 Tahun 1999, Telekomunikasi adalah setiap
pemancaran, pengiriman, dan/atau penerimaan dan setiap informasi dalam bentuk
tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat,
optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya. Dari definisi tersebut, maka
Internet dan segala fasilitas yang dimilikinya merupakan salah satu bentuk alat
komunikasi karena dapat mengirimkan dan menerima setiap informasi dalam bentuk
gambar, suara maupun film dengan sistem elektromagnetik.
Penyalahgunaan
Internet yang mengganggu ketertiban umum atau pribadi dapat dikenakan sanksi
dengan menggunakan Undang- Undang ini, terutama bagi para hacker yang masuk ke
sistem jaringan milik orang lain sebagaimana diatur pada Pasal 22, yaitu Setiap
orang dilarang melakukan perbuatan tanpa hak, tidak sah, atau memanipulasi:
- Akses ke jaringan telekomunikasi
- Akses ke jasa telekomunikasi
- Akses ke jaringan telekomunikasi khusus
Apabila
anda melakukan hal tersebut seperti yang pernah terjadi pada website KPU
www.kpu.go.id, maka dapat dikenakan Pasal 50 yang berbunyi “Barang siapa yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)”
4.
Undang-Undang No 8 Tahun 1997 tentang Dokumen
Perusahaan
Dengan dikeluarkannya Undang-Undang
No. 8 Tahun 1997 tanggal 24 Maret 1997 tentang Dokumen Perusahaan, pemerintah
berusaha untuk mengatur pengakuan atas mikrofilm dan media lainnya (alat
penyimpan informasi yang bukan kertas dan mempunyai tingkat pengamanan yang
dapat menjamin keaslian dokumen yang dialihkan atau ditransformasikan. Misalnya
Compact Disk – Read Only Memory (CD – ROM), dan Write – Once -Read – Many
(WORM), yang diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang tersebut sebagai alat bukti
yang sah.
5.
Undang-Undang No 25 Tahun 2003 tentang
Perubahan atas Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian
Uang
Undang-Undang
ini merupakan Undang-Undang yang paling ampuh bagi seorang penyidik untuk
mendapatkan informasi mengenai tersangka yang melakukan penipuan melalui
Internet, karena tidak memerlukan prosedur birokrasi yang panjang dan memakan
waktu yang lama, sebab penipuan merupakan salah satu jenis tindak pidana yang
termasuk dalam pencucian uang (Pasal 2 Ayat (1) Huruf q). Penyidik dapat
meminta kepada bank yang menerima transfer untuk memberikan identitas dan data
perbankan yang dimiliki oleh tersangka tanpa harus mengikuti peraturan sesuai
dengan yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan. Dalam Undang-Undang Perbankan
identitas dan data perbankan merupakan bagian dari kerahasiaan bank sehingga
apabila penyidik membutuhkan informasi dan data tersebut, prosedur yang harus
dilakukan adalah engirimkan surat dari Kapolda ke Kapolri untuk diteruskan ke
Gubernur Bank Indonesia.
Prosedur
tersebut memakan waktu yang cukup lama untuk mendapatkan data dan informasi
yang diinginkan. Dalam Undang-Undang Pencucian Uang proses tersebut lebih cepat
karena Kapolda cukup mengirimkan surat kepada Pemimpin Bank Indonesia di daerah
tersebut dengan tembusan kepada Kapolri dan Gubernur Bank Indonesia, sehingga
data dan informasi yang dibutuhkan lebih cepat didapat dan memudahkan proses
penyelidikan terhadap pelaku, karena data yang diberikan oleh pihak bank,
berbentuk: aplikasi pendaftaran, jumlah rekening masuk dan keluar serta kapan
dan dimana dilakukan transaksi maka penyidik dapat menelusuri keberadaan pelaku
berdasarkan data– data tersebut. Undang-Undang ini juga mengatur mengenai alat
bukti elektronik atau digital evidence sesuai dengan Pasal 38 huruf b yaitu
alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau
disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu.
6.
Undang-Undang No 15 Tahun 2003 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
Selain Undang-Undang No. 25 Tahun
2003, Undang-Undang ini mengatur mengenai alat bukti elektronik sesuai dengan
Pasal 27 huruf b yaitu alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan,
dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau
yang serupa dengan itu. Digital evidence atau alat bukti elektronik sangatlah
berperan dalam penyelidikan kasus terorisme, karena saat ini komunikasi antara
para pelaku di lapangan dengan pimpinan atau aktor intelektualnya dilakukan
dengan memanfaatkan fasilitas di Internet untuk menerima perintah atau
menyampaikan kondisi di lapangan karena para pelaku mengetahui pelacakan
terhadap Internet lebih sulit dibandingkan pelacakan melalui handphone.
Fasilitas yang sering digunakan adalah e-mail dan chat room selain mencari
informasi dengan menggunakan search engine serta melakukan propaganda melalui
bulletin board atau mailing list.
7.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Internet & Transaksi Elektronik
Undang-undang
ini, yang telah disahkan dan diundangkan pada tanggal 21 April 2008, diharapkan
dapat menjadi sebuah undang-undang cyber atau cyberlaw guna menjerat
pelaku-pelaku cybercrime yang tidak bertanggungjawab dan menjadi sebuah payung
hukum bagi masyarakat pengguna teknologi informasi guna mencapai sebuah
kepastian hukum.
Dengan
adanya undang-undang diatas merupakan suatu bukti keseriuasan pemerintah dalam
menanggulangi kasus cybercrime.Sehingga kasus-kasus cybercrime di Indonesia
dapat di tangani dengan baik yang pada akhirnya akan menimbulkan kedamaian di
dunia maya dan pandangan positif akan diberikan dunia kepada Negara kita
tercinta.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
hasil penulisan makalah ini penulis dapat mengambil beberapa
kesimpulan diantaranya sebagai berikut:
- Cybercrime adalah segala bentuk kejahatan di dalam dunia maya atau di
internet.
- Cybercrime sangat merugikan pihak korban,karena data-data yang penting
dan rahasia dapat diambil.
- Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah dalam menanggulangi
cybercrime yakni dengan membuat undang-undang tentang tindak pidana
cybercrime.
B. Saran
Setelah
menulis makalah mengenai Cybercrime ini penulis mempunyai beberapa saran kepada
beberapa pihak diantaranya:
- Kepada pemerintah supaya lebih tegas lagi menangani kasus-kasus
cybercrime.
- Kepada para pakar IT, supaya dalam membuat program pengamana data
lebih optimal lagi sehingga kasus-kasus kejahatan dunia maya dapat di
minimalkan.
- Kepada teman-teman mahasiswa supaya janganlah menggunakan ilmu yang
kita miliki untuk melakukan kejahatan di internet.
masukkan daftar pustakanya sekalian mas bro